SORE yang sejuk, menjelang senja. Suasana yang saya rasakan saat tiba di desa Kembang Kuning, Kecamatan Sikur. Sekitar 25 Km dari kota Selong. Hujan dengan curah ringan nampaknya baru saja reda. Tidak lama, namun cukup membuat tanah menjadi basah, sayur mayur terlihat segar. Warna jingga keemasan membentang di ufuk barat. Sayang, tidak terlihat sempurna yang selalu membuat sangat menawan, apalagi dibarengi seruput kopi khas Kembang Kuning yang terkenal. Nikmat.
Saya menuju Hakiki Inn, tidak jauh dari gapura desa, jika masuk dari arah barat. Bagi saya, Hakiki Inn tempat favorit menunggu senja.
" Kita jumpa di Hakiki Inn saja ya, sambil minum kopi," tulis Kades Kembang Kuning Haji Lalu Sujian,S.H lewat pesan WhatsApp.
Menarik, siapa sebenarnya sosok Lalu Sujian, tokoh dan pemimpin desa, membuat Kembang Kuning begitu terkenal. Sederet prestasi sebagai juara pernah ditorehkan.
Saya menyebut yang paling saya ingat, mulai dari Juara 1 Lomba Bintang Selaparang Kabupaten Lombok Timur tahun 2007, itu periode kedua ia menjabat. Dan di periode ke-tiga, setelah jeda satu periode karena aturan, ia membuka perhatian banyak orang untuk diskusi, bahkan berkunjung ke desa Kembang Kuning. Tahun 2018 Kembang Kuning sebagai Desa Terbaik Pengelolaan Dana Desa dan BumDes Tingkat Provinsi NTB. Ada lagi, tahun 20019 menjadi Juara 1 Desa Wisata Nusantara Tingkat Nasional kategori berkembang. Terbaru tahun 2020, Lalu Sujian mengantarkan desa yang berpenduduk 2300 jiwa tersebut sebagai Juara 1 Lomba Kampung Sehat tingkat provinsi NTB. Dan banyak lagi prestasi lainnya.
Membanggakan bukan? Ya, pasti, dibalik suksesnya sebuah desa tidak lepas dari kiat dan kinerja pemimpinnya.
Belum selesai saya berselancar mencari tahu tentang desa Kembang Kuning via google online, Lalu Sujian tiba di Haikiki Inn lokasi penginapan yang asri, hamparan sawah membuat menyatu dengan alam.
" Maaf terlambat, lama menunggu," sapanya sembari menghampiri.
Sosok kepala desa yang bersahaja, kesan pertama saya jumpa sore itu. Menggunakan kain sarung, bebet di pinggang dipadukan T-shirt casual Morrel Lombok dengan kopiah.
Menurutnya, menjadi pemimpin sebuah ladang pengabdian yang luas. Jadi manfaatkan dengan baik. Tulus dan bekerja saja, itu yang sering terdengar tempo dulu dari orang tuanya Lalu Muhur (Alm) saat menjadi Kepala Desa Kembang Kuning Tahun 1980. Desa Kembang Kuning merupakan desa tua, hasil pemekaran dari desa Kotaraja sekitar tahun 1965.
Bagi Miq Jian, sapaan akrab warganya, Kembang Kuning sebuah anugerah yang harus disyukuri, hamparan alam yang subur dan indah tak ternilai oleh apapun. Barangkali, ini juga yang dikatakan Koes Plus dalam lagunya, kayu dilempar jadi tanaman. Mensyukuri anugerah dengan merawat dan menjaga terus dilakukan dan yang paling penting, kata Miq Jian, alam yang indah harus pula ditata kelola, berfaedah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
" Tengok saja tempat ini (Hakiki Inn) indah bukan? Ini baru satu sudut yang ada da di desa Kembang Kuning, masih banyak sudut di tempat yang lain di desa ini, menawàrkan keindahan alam yang luar biasa," tuturnya.
Dan, benar. Banyak homestay di kembang kuning dengan aneka bentuk rupa sentuhan arsitektur lokal yang menawan. Landscape alam bak lukisan dengan warna- warni yang saling melengkapi. Leluasa menikmati keindahan lewat serambi-serambi penginapan. Pesona yang luar biasa.
Menyadari itu, bagi Kades yang memegang moto kerja ikhlas tersebut, alam yang indah inilah modal awal untuk Kembang Kuning bangkit terutama di sektor pariwisata didukung pula oleh warga yang ramah. Perlahan, sektor ini maju dan terus berkembang.
Banyaknya penginapan berupa homestay dibangun sendiri oleh masyarakat. Dialah investor bagi dirinya. Masyarakat di Kembang Kuning sudah mengenal pariwisata sejak lama, bukan sekarang. Keberhasilan, katakanlah kemajuan Kembang Kuning hari ini, tegasnya bukan pula karena pemimpinnya yang hebat, melainkan kegigihan, inisiatif kebersamaan sejak awal dari masyarakat. Kemudian, pemerintah desa memastikan kenyamaman dalam kegiatan investasi usaha masyarakat. Fungsi pemerintah desa lebih pada memastikan semuanya berjalan baik, masyarakat harus nyaman, aman dan tertib.
" Nah, ini kopinya sudah datang," kalimat spontan dari Miq Jian, menghentikan sejenak perbincangan. Aroma kopi menusuk, menggoda penikmat kopi sesugguhnya. Kopi asli khas Kembang Kuning, diracik dari biji kopi pilihan tanpa campuran .
Sementara itu, waktu kian merambat senja. Burung dara terlihat terbang di kejauhan hendak pulang ke sangkar, menambah dekat dengan suasana pedesaan yang penuh kekeluargaan.
Oya, bicara kopi di Kembang Kuning, menjadi daya tarik sendiri, bahkan mulai diproduksi kemasan. BumDes Syariah Kembang Kuning dengan aset miliaran rupiah tersebut memberikan sentuhan permodalan usaha masyarakat. Semua saling menguatkan.
Wisatawan yang berkunjung, sangat gemar melihat proses pembuatan kopi tradisional, paket trip kunjungan wisata. Pramuwisata tour guide acap kali membawa tamu untuk melihat secara langsung kegiatan masyarakat, baik di usaha rumah tangga maupun pertanian dan perkebunan.
Bicara pariwisata bagi Lalu Sujian yang mulai menjadi Kepala Desa untuk periode pertama tahun1997 tersebut, saat ini semakin melengket dengan tradisi dan budaya. Kendati sifat terbuka dengan pariwisata bukan berarti masyarkat desa Kembang Kuning kehilangan nilai-nilai kearifan yang dimiliki. Itulah hakekat pembangunan, keberadaan nilai lokal melengkapi nilai-nilai modern.
" Saling melengkapi, modernisasi menguat, tardisional juga ikut menguat, unsur yang saling beriringan," jelas Lalu Sujian yang pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren tersebut.
Dalam pandanganya, kemajuan pembangunan bukan mencabut akar kepribadian dari mayarakat. Itu yang dipertahankan di desa Kembang Kuning.
" Kita boleh menggapai puncak setinggi-tingginya kaki kita juga harus kuat berpijak, biar membangun keseimbangan," ulasnya.
Prestasi yang diraih oleh Kembang Kuning dari berbagai bidang, baik itu di sektor pariwisata, ekonomi, kesehatan, bahkan BumDes menjadi pilot project/percontohan, bukan pula membuat harus merasa terbang dan puas. Bukan. Usaha untuk maju terus dilakukan dengan berbagai potensi yang dimiliki.
Bekerja bagi Kepala Desa kelahiran Kembang Kuning 1970 tersebut, bukan untuk mengejar juara. Pemimpin harus bekerja melayani masyarakat dengan terbaik, itu sebuah kewajiban dan janji sumpah jabatan.
" Bekerja saja, tulus dan lurus kedepan, soal penghargaan dan juara itu dampak dan sisi lain saja. Bukan semata tujuan," ujarnya.
Tidak terasa, jingga yang terlihat sedikit di ufuk barat, benar-benar mau hilang dan sebentar lagi akan gelap. Belum habis obrolan dengan Kepala Desa yang dikenal dekat dengan masyarakat tersebut. Belum sempat juga bicara cerita sukses Badan Usaha Milik Desa (BumDes) Syariah. (Widi)